setting

The WINDOW of my word : MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latarbelakang Masalah

Pendidikan adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung tranformasi pengetahuan nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long procces) dan generasi ke generasi.
Di dalam proses pendidikan, pendidik memiliki peran utama. Seorang pendidik yang akan membantu pembentukan serta mengembangkan potensi peserta didik. Oleh kerena itu di butuhkan karakter seorang pendidik yang kuat untuk membentuk karekteristik peserta didik.
Dewasa ini, Karakteristik seorang pendidik tidak mampu memberikan hasil yang terbaik bagi peserta didik. Rasa  profesional yang dimiliki seorang pendidik belum cukup untuk membantu perkembangan karakter peserta didik. Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995) syarat seorang pendidik adalah : (1) mempunyai perasaan terpanggil sebagai tugas suci, (2) mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Orang terasa terpanggil untuk mendidik maka ia mencintai peserta didiknya dan memiliki perasaan wajib dalam melaksanakan tugasnya disertai dengan dedikasi yang tinggi atau bertanggungjawab.
Guru yang baik adalah guru yang memiliki rasa profesional yang baik. Dewasa ini banyak kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam upaya mencari sosok guru yang baik dan memiliki kemampuan yang berkompoten. Akan tetapi, pembahasan kali ini hanya membahas tentang “Landasan pendidikan sebagai bekal seorang pendidik  “.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengemukakan pengertian, sifat, dan wujud hakekat manusia
2.      Memaparkan pengertian dan karakterisik peserta didik
3.      Memaparkan  Pendekatan-pendekatan  reduksionisme
4.      Memaparkan Pendekatan-pendekatan holistic intergratif
5.      Mengemukakan Visi dan misi pendidikan
6.      Menjelaskan Dasar-dasar pendidikan
7.      Menjelaskan apa tujuan pendidikan
8.      Memaparkan Asas-asas pendidikan
9.      Menjelaskan apa saja unsur-unsur pendidikan
10.  Menjelaskan pengertian sistem pendidikan
11.  Menjelaskan bagaimana sistem pendidikan nasional

C.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan tentang :
1.      Pengertian, sifat, dan wujud hakekat manusia
2.      Pengertian dan karakterisik peserta didik
3.      Pendekatan-pendekatan  reduksionisme
4.      Pendekatan-pendekatan holistic intergratif
5.      Visi dan misi pendidikan
6.      Dasar-dasar pendidikan
7.      tujuan pendidikan
8.      Asas-asas pendidikan
9.      unsur-unsur pendidikan
10.  pengertian sistem pendidikan
11.  sistem pendidikan nasional

D.    Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan wawasan kepada calon pendidk mengenai dasar-dasar yang harus dimiliki serta memberikan pengetahuan mengenai karakter-karakter peserta didik.









BAB II
SIFAT HAKEKAT MANUSIA


A.    Pendahuluan
Manusia pada hakekatnya diciptakan untuk mengemban tugas-tugas pengabdian kepada Penciptanya.Sang Pencipta telah menganugerahkan manusia seperangkat potensi yang dapat ditumbuhkembangkan. Potensi tersebut dianugerahkan dalam bentuk kemampuan dasar, yang dapat berkembang secara optimal melalui bimbingan dan arahan yang sejalan dengan petunjuk Sang Penciptanya.
Mengacu kepada prinsip penciptaan ini maka menurut filsafat pendidikan manusia adalah makhluk yang berpotensi dan memiliki peluang untuk dididik. Pendidikan itu sendiri, pada dasarnya adalah aktivitas sadar berupa bimbingan bagi penumbuh-kembangan potensi Ilahiyat, agar manusia dapat memerankan dirinya selaku pengabdi Allah secara tepat guna dalam kadar yang optimal. Dengan demikian pendidikan merupakan aktivitas yang bertahap,terprogram,dan berkesinambungan.
Dari kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku, muncul upaya untuk mempertemukannya, yaitu melalui ‘pendidikan’. Sepanjang eksistensinya, manusia senantiasa berusaha mendidik dirinya dengan mencari dan menemukan keselarasan antara pengetahuan dengan perilakunya. Di dalam konteks pendidikan, manusia adalah makhluk yang selalu mencoba memerankan diri sebagai subyek dan objek. Sebagai subyek dia selalu berusaha mendidik dirinya (sebagai objek) untuk perbaikannya perilakunya.
Kehidupan cenderung terpusat pada kepentingan di mana manusia menjadi titik sentral. Dalam keadaan demikian, manusia memposisikan dan memerankan diri di atas segala-galanya dan karena itu memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya. Di bawah kekuasaan manusia kehidupan ini berlangsung menjadi ‘antroposentrik’.
B.     Sifaf Hakekat Manusia
Sifat hakekat manusia adalah karakteristik atau ciri-ciri ras yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Pandangan tentang hakekat manusia adalah bagian dari filsafat antropologi manusia yang merupakan karya Allah SWT yang paling istimewa. Hal ini dapat dilihat dari hakekatnya yang monopluralis serta tanggung jawabnya. Sifat hakekat tersebut adalah:
1.      Unsure hakekat
Unsure hakekat terdiri dari jasmani dan rohani. Di dalam unsure rohani terdapat cipta, rasa dan karsa.
2.      Sifat hakekat
Sifat hakekat terdiri dari sifat individu dan sifat social.
3.      Kedudukan hakekat
Kedudukan hakekat terdiri dari sebagai makhluk Allah dan sebagai makhluk pribadi.
Unsure Jasmani dan Rohani
Dipandang dari unsure jasmani, manusia sebagai makhluk biologis yang memiliki. Untuk dapat tumbuh, jasmani memerlukan makanan dan minuman yang sering disebut dengan kebutuhan primer. Proses pendidikan diperlukan untuk dapat mengetahui bagaimana manusia harus berusaha dalam upaya memenuhi kebutuhan primernya secara benar.  Atau dengan kata lain, manusia harus dididik.
Selain unsure jasmani, ada juga unsure rohani. Didalam unsure rohani terdapat potensi cipta, rasa, dan karsa. Ketiganya dapat dikatakan potensi mental spiritual.
            Cipta adalah potensi manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya yang meliputi pengalaman lahir dan pengalaman batin. Bila dikembangkan, potensi ini akan menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karsa ialah potensi manusia untuk mengetahui norma-norma masyarakat dan norma-norma keagamaan. Hasil dari pengembangan potensi ini adalah munculnya bermacam-macam norma dalam masyarakat dan norma-norma agama/kepercayaan.
Rasa adalah potensi manusia untuk mengetahui dan menciptakan keindahan. Hasil pengembangan dari potensi ini adalah adanya norma keindahan dan bermacam-macam kesenian.
Dari dimensi rohani tersebut tersirat kemampuan manusia untuk tumbuh dan berkembang secara mental spiritual sehingga mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta mempunyai kemampuan untuk mengenal Allah SWT. Potensi untuk mengembangkan diri yang positif memberikan peluang bagi manusia untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat dididik.
Unsur individu dan Unsur Sosial
Seperti yang kita ketahui bahwa kodrat manusia ialah sebagai makhluk individu dan makhluk social. Sebagai makhluk individu, manusia adalah pribadi yang bernilai. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang berharga, yang tidak dapat direndahkan dan dirampas haknya. Atau dengan kata lain, manusia perlu dilindungi hak-haknya dan perlu dibantu pertumbuhannya. Di samping sebagai makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk social yang mempunyai potensi untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain agar menjadi manusia yang utuh. Dan untuk mencapau hal tersebut, manusia membutuhkan orang lain.
Dari uraian diatas, sudah dapat kita ketahui dengan jelas bahwa manusia adalah merupakan makhluk individu dan makhluk social.
Unsure Kedudukan sebagai Makhluk Allah dan sebagai Makhluk Pribadi
Sebagai makhluk Allah SWT, pada diri manusia memiliki potensi keagamaan. Potensi keagamaan yaitu dorongan untuk mengabdi kepada dan memasuki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam pandangan antropolog, dorongan ini dimanifestasikan dalam bentuk percaya terhadap kekuasaan supernatural (believe in supernatural being). Misalnya, di kalangan masyarakat primitive dikenal upacara – upacara sacral dalam bentuk penyembahan leluhur (totemisme), benda – benda yang dianggap keramat seperti pohon besar, gua-gua dan lain-lain. Dalam kasus ini, walaupun sederhana tapi ini mencerminkan bahwa peradaban manusia yang didorong untuk mengabdi dan tunduk kepada sesuatu yang dianggap lebih berkuasa. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk beragama baik secara individu maupun kelompok. Kecenderungan ini memerlukan peran serta orang dewasa (pendidik) kepada anak (peserta didik) agar potensi sebagai makhluk Allah SWT dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan benar.
Sebagai makhluk Allah SWT, manusia memiliki potensi yang berdiri sendiri. Dengan dibekali dengan akal pikiran potensi ini cenderung mendekati fungsi manusia sebagai khalifah di bumi. Berdiri sendiri, yang dimaksud di sini bahwa manusia  harus bertanggung jawab atas perkataannya, perbuatannya dan persetujuannya selama hidup di bumi sebagai pemilik, pengelola dan pemakai terhadap alam titipan Allah SWT. Dari peran ini, manusia diharapakan dapat menciptakan hidup yang harmonis di muka bumi, tidak melakukan perusakan  di bumi. Potensi pendidikan sangat dibutuhkan di sini dalam rangka menumbuh kembangkan potensi itu.
Dalam pengembangan potensi ini, sangat diperlukan dimensi-dimensi manusia. Prayitno (1990)merumuskan tentang dimensi manusia sebagai dimensi keindividualan (individualitas), dimensi kesosialan (sosialitas), dimensi kesusilaan (moralitas), dan dimensi keagamaan (religiusitas).
Pengembangan dimensi individualitas memungkinkan seseorang untuk mengembangkan semua potensi yang mengarah ke aspek positif secara optimal. Minat, bakat dan semua kemampuan fisik dikembangkan dalam mewujudkan dimensi keindividualitasan. Pengembangan dimensi ini akan membawa seseorang untuk mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri, teguh, positif, produktif dan dinamik.
Pengembangan dimensi keindividualan harus diimbangi dengan dimensi kesosialan. Pengembangan dimensi kesosialan menuntut individu untuk berinteraksi, bergaul, bekerja sama dan hidup dengan orang lain. Tumbuh kembangnya dimensi keindividuan dan dimensi kesosialan akan saling mengisi dan saling menemukan makna yang sesungguhnya.
Dimensi kesusilaan akan memberikan corak moral dalam dimensi keindividuan dan dimensi kesosialan. Norma, etika dan berbagai nilai social akan mengatur bagaimana kebersamaan dengan orang lain. Hidup bersama orang lain, dalam rangka mengembangkan dimensi kemanusiaan harus dilakukan sedemikian rupa agar bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan.
Pengembangan dimensi keindividuan, dimensi kesosialan dan dimensi kesusilaan baru merupaka kehidupan manusia di dunia. Padahal kehidupan manusia baru lengkap bila meliputi dunia dan akhirat. Untuk melengkapi kehidupan di akhirat maka diperlukan dimendi keagamaan. Dalam dimensi keagamaan ini, manusia menghubungkan dirinya dengan Allah SWT sehingga muncul sikap dan perilaku yang menggambarkan keduniaan dan keakheratan. Jika hal ini berkembang maka akan tercipta kehidupan yang serasi dan selaras antara dunia dan akherat.
Pengembangan manusia seutuhnya menjadi tujuan pendidikan di Indonesia. Manusia seutuhnya adalah manusia yang berkembang semua dimensi kemanusiaannya sehingga memberikan corak kualitas manusia. Ia indah, tinggi derajatnya dan baik perilakunya. Taliziduhu Ndraha (1999:3) menerangkan bahwa manusia utuh jika terdapat keserasian tetapi dinamis yang tampak keluar. Nampak kedalam, setiap komponen kepribadian selaras, serasi, seimbang dan berkelanjutan. Komponen kepribadian yang meliputi cipta, rasa, dan karsa akan Nampak positif.

C.     Wujud Hakekat Manusia
Wujud sifat hakekat manusia antara lain :
1.      Kemampuan bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menerobos dan membatasi batas yang membelengu, dirinya dan menempatkan diri dalam dunia yang tepat sehingga manusia memiliki kebebasan.
2.      Kemampuan menyadari diri
Kemampuan menyadari diri adalah kemampuan yang membedakan manusia dengan manusia lain.
-arah mendalam bahwa dirinya memiliki keterbatasan, kelebiahan, kelemahan sehingga manusia mampu melihat kelebihan dirinya dalam rangka menyempurnakan diri.
-arah keluar adalah kemampuan membedakan manusia dengan orang lain dan makhluk lain sehingga mampu membuat jarak terhadap lingkungan manfaatnya manusia mampu berperan ganda implikasi dalam pendidikan untuk mengaaaembangkan potensi diri
      Kata hati
Kata hati/lubuk hati/suara hati/kecerdasan hati adalah kemampuan dalam diri manusia yang memberi penerangan atas perbuatan yang diklakukan.
3.      Kata hati
Kata hati/lubuk hati/suara hati/kecerdasan hati adalah kemampuan dalam diri manusia yang memberi penerangan atas perbuatan yang diklakukan.
4.      Moral
Moral adalah kata hati yang memberikan petunjuk pada perilaku maka moral adalah tindakannya.
5.      Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesediaan menanggung akibat setiap perbuatan yang dilakukan.
6.      Rasa kebebasan
Rasa tidak terikat, tetapi harus sesuai kata hati (berkaitan dengan kata hati dan moral). Dikatakan bebas jika perbuatannya sesuai moral dan tidak menimbulkan sanksi dan hukuman.
7.      Kewajiban dan hak
Tidak ada hak tanpa kewajiban. Melakukan kewajiban berarti membuat nilai terhadap dirinya, bahwa dirinya itu manusia.
8.      Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan adalah toyyibah, perilaku yang baik dan sesuai kata hati.

D.    Hakekat Manusia dalam pandangan Islam
Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk ciptaan Allah SWT (Q.S. 95:4). Selain itu manusia sudah dilengkapi dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan antara lain berupa fitrah ketauhidan (Q.S. 15:29). Dengan fitrah ini, diharapkan manusia dapat hidup sesuai dengan hakekat penciptannya , yaitu mengabdi kepada Allah SWT selaku penciptanya (Q.S. 51:56).sejalan dengan kepentingan itu, maka manusia dianugerahkan berbagai potensi oleh penciptanya yang dapat dikembangkan melalui pendidikan yang terarah, teratur, dan berkesinambungan. Hal ini memberi isyarat bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik (animal educable). Manusia merupakan makhluk yang mampu mengembangkan diri sendiri sejalan dengan potensi yang dimilikinya (homofaber). Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang eksploratif yaitu mampu dikembangkan dan sekaligus mampu mengembangkan diri sendiri. Di dalam Al-Quran, manusia disebut dengan berbagai sebutan yaitu Al-Insan, An-Nas, Abdullah, dan Khalifah Alam.
1.      Konsep Al-Basyr
Dalam konsep ini, manusia dipandang dari pendekatan biologis (Muhaimin, 1993). Sebagai makhluk biologis berarti manusia terdiri atas materi sehingga menampilkan sosok dalam bentuk fisik materi (Hasan Langgung, 1987) berupa tubuh kasar. Dalam hal ini, manusia memiliki dorongan biologis seperti dorongan makan dan minum, dorongan seksual, dorongan mempertahankan diri sebagai bentuk dorongan primer makhluk biologis. Oleh karena itu, maka manusia harus berperan dalam memenuhi kebutuhannya. Upaya tersebut dapat dibantu oleh pihak lain dengan melalui bimbingan dan pendidikan.

2.      Konsep Al-Insan
Dalam Al-Quran suar ke 23 ayat ke 12-14 dijelaskan bahwa manusia memiliki potensi untuk tumbuh secara fisik dan juga berkembang secara mental spiritual. Hal ini mengacu pada penggunaan kata Al-Insan sebagai kata bentukan yang termuat dalam Al-Quran. Potensi manusia menurut konsep ini diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi.
3.      Konsep  An-Naas
Dalam Al-Quran, kosa kata An-Naas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan perempuan, kemudian berkembang menjadi suku, bangsa, dan saling kenal mengenal (Q.S. 49:13). Al-thayyibat wa Rabb Ghafur  merupakan gambaran tentang kehidupan social manusia yang ditandai oleh toleransi, keharmonisan, serta adanya perlindungan hak dan kewajiban  antarwarga yang anggotanya terdiri atas individu, kelompok yang memiliki peradaban tinggi serta beriman kepada Allah SWT. Suatu bentuk masyarakat yang sudah hidup secara teratur dibawah kepemimpinan tokoh teladan yang beriman dan paling takwa, yaitu Muhammad SAW. Oleh karena itu, pensisikan perlu berupaya mengembangkan sifat social masyarakat harmonis, toleransi serta adanya perlindungan kepada yang masih lemah.
4.      Konsep Abdullah
Menurut Quraish Shihab, seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abdullah dalam arti dimiliki Allah SWT. Dalam konteks ini, peran manusia harus disesuaikan dengan kedudukannya sebagai hamba. Hal ini berarti bahwa manusia harus menempatkan diri sebagai yang dimiliki, tunduk dan taat kepada semua ketentuan pemiliknya, yaitu Allah SWT. Manusia harus dapat menempatkan dirinya sebagai pengabdi Allah dengan sungguh-sungguh dan secara ikhlas.
5.      Konsep Khalifah Alam
Dalam surat Al-Baqarah ayat 30 terdapat firman Allah: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Sebagai khalifah, manusia dibekali dengan berbagai potensi antara lain bekal pengetahuan. Pada hakekatnya, eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini sesuai dengan kehendak pencipta-Nya. Tugas kekhalifahan setidak-tidaknya dilakukan manusia melalui dua jalur yaitu jalur horizontal dan jalur vertical.
Hakekat manusia menurut filsasat pendidikan Islam manusia adalah makhluk yang berpotensi dan memiliki peluang untuk dididik. Manusia tidak mungkin dapat tumbuh dan berkembang sendiri, maka memerlukan bantuan dari luar baik berupa pemeliharaan, pembinaan, dan bimbingan.
E.     Hakekat manusia dalam pandangan filosofis
1.      Manusia Makhluk Berpengatahuan
Berbeda dengan makhluk lainnya, manuia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa dan karsa. Dengan ketiga potensinya itu, manusia selalu terdorong untuk ingin tahu dan bahkan mendapatkan nilai- nilai kebenran keindahan dan kebaikan yang terkandung di dalam segala sesuatu yang ada (realitas ini). Ketiga jenis nilai tersebut selanjutnya dijadikan landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan pedoman hidup, dan mengatur sikap dan perilaku hidup agar senantiasa tearah ke pencapaian tujuan hidup.
2.  Manusia makhluk Berpendidikan
Sejak lahir seorang manusia sudah langsung terlibat di dalam kegiatan pendidikan dan pembelanjaran. Dia dirawat, dijaga, dilatih dan dididik oleh orang tuanya, keluarganya dan masyarakatnya menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai kemudian terbentuk potensi kemandirian dalam mengelola kelangsungan kehidupannya. Kegiatan pendidikan dan pembelanjaran itu diselenggarakan mulai dari cara-cara konvensional (alami) menurut pengalaman hidup, sampai pada cara-cara formal (pendidikan sekolah). Setelah taraf kedewasaan dicapai, manusia tetap melanjutkan kegiatan pendidikan dalam rangka pematangan diri. Pada pokoknya, persoalan pendidikan adalah persoalan yang lingkupannya seluas persoalan kehidupan manusia itu sendiri. Jadi, anatara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manuasia, maka pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia dan Pendidikan
Hubungan antara manusia dengan pendidikan diawali dari pertanyaan: "apakah manusia dapat dididik?. Ataukah manusia dapat bertumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu dididik?. Kedua pertanyaan itu sejak lama telah menjadi bahan kajian para ahli didik barat, ya~tu sejak zaman Yunani kuno. Pendapat yang umumnya dikenal dalam pendidikan Barat mengenai mungkin tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga aliran filsafat pendidikan. Aliranaliran tersebut adalah nativisme, empirisme, dan kovergensi. Menurut nativisme, manusia tidak perlu dididik, sebab perkembangan manusia sepenuhnya oleh bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya. Ditentukan Sedangkan menurut penganut empirisme adalah sebaliknya. Perkembangan dan pertumbuhan manusia sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Dengan demikian aliran ini memandang pendidikan berperan penting dan sangat menentukan arah perkembangan manusia (Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, 1996:52). Adapun aliran ketiga, yaitu konvergensi merupakan perpaduan an- tara kedua pendapat tersebut. Menurut mereka memang manusia memiliki kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan). Harus ada perpaduan antara faktor dasar (potensi dan bakat) dan ajar (bimbingan) . Perkembangan seorang manusia tidak hanya ditentukan oleh kemampuan potensi/ bakat yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar (lingkungan) bakat/ potensi seseorang tak mungkin berkembang dengan baik.
Lebih jauh Kohnstamm menambahnya dengan kemauan. Dengan demikian menurutnya, kemampuan seseorang akan berjalan dengan baik dan dapat dikembangkan secara maksimal, apabila ada perpaduan antara faktor dasar (potensi), faktor ajar (bimbingan) serta kesadaran dari individu itu sendiri untuk mengembangkan dirinya. Jadi disamping faktor potensi bawaan dan bimbingan dari lingkungan, untuk mengembangkan diri, seseorang perlu didorong oleh motivasi intrinsik (dorongan dari dalam dirinya).
Ketiga aliran filsafat pendidikan Barat ini menampilkan dua pandangan yang berbeda tentang hubungan manusia dan pendidikan.Pertama berpandangan pesimis (nativisme), sedangkan aliran kedua memiliki pandangan yang optimis (empirisme dan konvergensi). Tetapi tampaknya dalam perkembangan berikutnya pandangan yang kedua (optimisme) lebih dominan. Manusia memang hampir tak mungkin dapat berkembang secara maksimal tanpa intervensi pihak luar, dan oleh sebab itu manusia memerlukan pendidikan.
3. Manusia Makhluk Berkebudayaan
Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran terus-menerus, menghasilkan ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai kebenaran baik yang universal abstrak, teoritis maupun yang praktis. Nilai kebenaran ini selanjutnya mendorong terbentuknya sikap perilaku arif dan berkeadilan yang dapat membangun kebudayaan dan peradaban manusia.
Seseorang disebut berkebudayaan jika senantiasa berkemampuan untuk melakukan pembatasan diri dan menjalani kehidupannya menurut 'azas kecukupan' (basic needs) bukan menurut keinginan.Bimbingan yang dinilai paling efektif adalah pendidikan.

F.      Implikasi dalam Pendidikan
Dari uraian tentang hakekat manusia baik ditinjau secara filosofis maupun berdasarkan tinjauan islam, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain, sbb:
1.                  Anak memerlukan perlindungan dan perawatan, sebagai masa persiapan
            pendidikan.
2.                  Kemampuan mendidik terbatas.
3.                  Diperlukan transmisi budaya.
4.                  Diperlukan internalisasi budaya.
5.                  Anak dapat menerima bantuan yang tertuju pada dapat belajar.
6.                  Setiap individu adalah unik, sehingga terjadi saling pengaruh mempengaruhi,  
            yang mempunyai kelebihan dapat member  bantuan kepada yang memerlukan.
Pandangan islam tentang hakekat manusia sebagai yang tersebut diatas memiliki implikasi sebagai berikut:
1.                  Pendidikan sama dengan hubungan antara manusia dengan pengaruh lingkungan
            atau pendidik.
2.                  Kegiatan pendidikan lebih berpusat fungsi kedua orang tua.










BAB III
HAKEKAT PESERTA DIDIK

A.    Pengertian Peserta Didik

Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana yang dikutip oleh Murip Yahya (2008 : 113), dijelaskan bahwa yang dimaksud peserta didik adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud peserta didik adalah individu manusia yang secara sadar berkeinginan untuk mengembangkan potensi dirinya (jasmani dan ruhani) melalui proses kegiatan belajar mengajar yang tersedia pada jenjang atau tingkat dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik dalam kegiatan pendidikan merupakan obyek utama (central object), yang kepadanya lah segala yang berhubungan dengan aktivitas pendidikan dirujukkan.
Dalam pandangan konvensional, peserta didik diperlakukan sebagai objek didik karena hakekat peserta didik dipandang sebagai wadah yang harus diisi dengan pengetahuan dan keterampilan. Peserta didik dipandang tidak mempunyai potensi apapun dan diperlakukan pasif. Tetapi hal ini berbeda dengan pandangan modern bahwa hakekat peserta didik dipandang sebagai subjek didik. Peserta didik dinilai telah mempunyai potensi sejak awal sehingga pengajaran difungsikan hanya sebatas mendorong dan menstimuli berkembangnya potensi yang telah dimiliki. Dalam hal ini peserta didik aktif mengembangkan potensinya sendiri. Dalam pandangan pengajaran yang mengikuti pendekatan bipolar, bahwa dalam proses pengajaran hanya ada dua pihak yang dominan yaitu guru/pengajar dan peserta didik, maka posisi peserta didik memiliki dua kemungkinan yaitu sebagai objek didik dan sebagai subjek didik.
Walaupun dalam belahan bumi lain telah terselenggara pendidikan atau pengajaran yang lebih menempatkan peserta didik sebagai subjek didik seperti di Amerika ataupun kanada, namun di belahan bumi yang lain tetap saja berjalan penyelenggaraan pendidikan yang masih menempatkan peserta didik sebagai objek didik. Di Indonesia penyelenggaraan pendidikan masih sangat kental dengan penempatan peserta didik sebagai objek didik. Konsekuensi dari semua model perlakuan terhadap peserta didik baik yang memandang sebagai objek didik maupun subjek didik sangat terkait dengan pandangan tentang hakekat peserta didik sebagai garapan pendidikan. Oleh karena itu, pendasaran pengetahuan hakekat peserta didik menjadi sangat penting agar dapat diperoleh pemaknaan akan hakekat peserta didik dalam proporsinya. Berikut ini akan diuraikan berbagai pandangan tentang manusia sebagai subjek didik maupun objek didik.
1.                  Dimensi Antropologi
Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang asal-usul, perkembangan, karakter spesies manusia. Dalam hal ini manusia dipandang sebagai homo sapiens yaitu sebagai makhluk hidup yang telah mencapai evolusi paling puncak. Dalam klasifikasi ini, Mudyahardjo (2000:22-26) menjelaskan peserta didik mempunyai cirri khas sebagaimana cirri manusia pada umumnya, yaitu:
a.       Berjalan tegak (bipedal locomotion)
b.      Mempunyai otak besar dan kompleks
c.       Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan
d.      Periode kehamilan yang panjang dan lahir tidak berdaya
Dalam karakter yang demikian maka manusia mampu berbudaya, mempunyai tingkah laku cultural yang terorganisir dalam pola-pola tingkah laku serta hidup bermasyarakat dengan tradisi budaya material. Hakekat peserta didik dalam pandangan dimensi ini adalah bahwa peserta didik sebagai makhluk yang bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan. Kebudayaan yang dihasilkan melalui interaksi dalam masyarakat baik berupa budaya materiil maupun budaya immaterial dapat dijadikan transmisi pendidikan, bahkan dapat dijadikan pembentuk watak kemasyarakatan peserta didik.
Hakekat peserta didik merupakan organisme yang harus ditolong, karena peserta didik hanya akan menjadi matang apabila diberikan pertolongan dalam bentuk pendidikan, latihan maupun bimbingan dengan menggunakan bahan-bahan antropologis. Mengapa harus dengan menggunakan bahan-bahan antropologis? Sebab ilmu antropologi mampu untuk menyediakan dan menghimpun bahan-bahan pengetahuan empiris berdasarkan lingkungan sosial budayanya masing-masing.
Imran manan (1989:12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi antyropologis terdapat tiga prinsip tentang peserta didik, yaitu:
1)      Peserta didik dan mausia adalah makhluk sosial yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi, sehingga peserta didik merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk mengisi dan melengkapi ketidaklengkapannya. Sebagai makhluk sosial, peserta didik dapat bersikap kooperatif sehingga dapat dituntun dan dididik.
2)      Peserta didik dipandang sebagai individualitas yakni menampilkan sifat-sifat karakteristik yang khas dan memiliki struktur kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya. Peserta didik tidak dapat dipaksa sama dalam proses pendewasaannya, kecenderungan minat dan bakat yang spesifik dari masing-masing peserta didik biarlah menjadi individual deferences yang otonom. Dengan karakteristik individualnya peserta didik akan mengembangkan perbedaan dengan nilai dan watak yang khas. Dalam pendidikan watak dan nilai tersebut harus dihargai sebagai keunikan dan dihargai tanpa syarat (unconditional regard).
3)      Peserta didik harus dipandang mempunyai moralitas (nilai baik dan buruk).
Prinsip ini mengakui bahwa sesungguhnya peserta didik adalah makhluk yang bermoral sehingga identitas moral sesungguhnya telah dimiliki sejak awal. Kemampuan mengambil keputusan susila dan membedakan mana yang baik dan buruk adalah kodrati. Atas dasar tersebut maka manusia atau peserta didik disebut sebagai person pribadi etis karena secara alami mempunyai kemampuan selektif atas normal etis. Dalam prinsip ini hadirnya pendidikan adalah berfungsi memperjelas nilai alami. Langevald menegaskan, sehubungan dengan nilai etis dalam praktik pendidikn, bahwa pendidikan sesungguhnya adalah membantu anak agar dia sampai pada penentuan nilai-nilai susila dalam satu orde moril.
2.                  Dimensi Psikologi
Dalam dunia pendidikan, banyak teori pengajaran dan teori belajar yang diambil dari teori psikologi. Kuatnya pengaruh tersebut akhirnya memunculkan ilmu baru yang disebut dengan psikologi pendidikan. Psikologi sebagai ilmu menitikberatkan pada pengkajian terhadap kegiatan-kegiatan individu dalam keseluruhan ruang lingkup hidup manusia. Dalam perspektif psikologi ini, peserta didik dipandang sebagai individu yang mampu belajar sebab memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Unik (berbeda satu dengan yang lainnya)
b.      Sebagai sebuah organism total
c.       Mempunyai kesiapan bertindak
d.      Mempunyai tugas-tugas perkembangan
e.       Mempunyai berbagai kebutuhan
f.       Mempunyai kecenderungan-kecenderungan umum dalam bertindak
g.      Mempunyai tujuan khusus
h.      Mepunyai motivator untuk dirinya sendiri

Berdasarkan karakteristik di atas, maka subjek didik adalah individu yang telah dilengkapi dengan kemampuan belajar sehingga pendidikan tinggal mengembangkannya. Oleh karena itu, tidak ada ceritanya bahwa peserta didik harus selalu didikte atau dituntun, yang diperlukan adalah dorongan motivasi dan fasilitator. Dari segi ini peserta didik ditempatkan sebagai subjek didik (pelaku pendidikan)bukan sebagai objek didik (penderita). Dalam pandangan modern peserta didik dipandang sebagai subjek didik karena diakui eksistensinya sebagai pribadi yang otonom. Dalam hal ini ciri peserta didik diakui memiliki:
a.       Potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan individu yang unik
b.      Potensi sebagai individu yang berkembang
c.       Kebutuhan untuk dididik secara individual dan perlakuan yang manusiawi
d.      Kemampuan untuk mandiri dan otonom

Semua potensi yang sudah disebutkan diatas sebenarnya menunjukkan bahwa peserta didik memiliki sifat alami, yakni dapat dididik dan makhluk yang membutuhkan pendidikan. Penegasan sifat alami manusia di atas dipertegas oleh ungkapan Immanuel Kant yaitu man can become nan through education only.
Dalam sorotan lain tentang hakekat peserta didik, dikemukakan bahwa peserta didik hakekatnya mempunyai empat sifat dasar yang dengan sifat tersebut akhirnya anak manusia dapat dan perlu dididik. Empat cirri alami yang diberikan pendidikan yaitu:
1.      Adanya sifat alami untuk tergantung dengan lingkungan social dan manusia lainnya. Sifat ini mendorong anak manusia untuk memperoleh bantuan pendidikan dari pihak manusia lainnya dalam kerangka survival. Ketergantungan seperti ini menjadi sangat alami karena pada kenyataannya manusia tidak bias hidup tanpa orang lain. Di sinilah jejak manusia sebagai zoon politicon harus ditindaklanjuti dengan bantuan pendidikan. Siapapun tidak akan pernah terlihat eksistensinya bila tidak berada dalam lingkungan masyarakatnya. Individu akan berarti bila ada individu lainnya secara simbiosis, ketergantungan ini semakin waktu semakin kuat. Sifat dasar ketergantungan inilah yang merupakan embrio potensi yang kelak menumbuhkan kapasitas individu untuk mereaksi ketika muncul stimuli edukatif.
2.      Peserta didik pada dasarnya memiliki dorongan hidup dan mempertahankan eksistensinya. Sifat ini menjadi pedoman peserta didik untuk menyeimbangkan diri terhaap tuntutan eksternal agar mampu merespon stimuli yang dating padanya. Hasrat keingintahuan serta dorongan memenuhi ketidakmampuan menjadi pendorong peserta didik untuk mencari pendidikan secara terus menerus. Dorongan agar keberadaan diri dan pribadi tetap terjaga mendorong peserta didik untuk terus belajar dan belajar.
3.      Peserta didik sesungguhnya terdiri dari jasmani dan rohani. Sifat ini menuntut diri untuk menyeimbangkan melalui pendidikan yang dilakukan sehingga pendidikan menjadi kebutuhan vital. Unsure totalitas ini memang harus menjadi perhatian pendidikan karena keduanya membutuhkan pemenuhan yang berbeda.
4.      Individu mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta berubah secara fisik dan psikis. Dalam praktek pendidikan, kemampuan ini tidak selamanya memperoleh porsi pengembangan yang optimal, ada kalanya terhambat dan ada kalanya terpacu dengan pesat. Oleh karena itu, interaksi edukatif harus disediakan sebab interaksi sesungguhnya merupakan unsure utama dalam belajar yang mengarahkan pada pertumbuhan. Ada sementara pihak (John Dewey) mengatakan bahwa hakekatnya pendidikan harus mengakibatkan pertumbuhan. (Since growth in the characteristic of life, education is all one with growing it has no end beyond itself).
B.     Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik anak didik        
a) Anak Didik Adalah Subjek
Anak didik adalah manusia, bukan benda ataupun hewan, karena itu anak didik harus dipandang sebagai subjek, yaitu pribadi yang memiliki kedirisendirian dan kebebasan dalam mewujudkan dirinya sendiri untuk mencapai kedewasaanya.
b) Anak Didik Sedang Berkembang
Manusia berada dalam proses perkembangan menuju kedewasaanya. Setiap tahap perkembangan memiliki “tugas-tugas perkembangan” tertentu dan menuntut perlakuan tertentu pula.
c) Anak Didik Hidup Dalam “Dunia” Tertentu
Setiap manusia dalam dunia-nya sesuai tahap perkembangannya, jenis kelaminya, dll.
d) Anak Didik Hidup Dalam Lingkungan Tertentu
Anak didik adalah subjek yang berasal dari keluarga dengan latar belakang lingkunagan alam dan sosial budaya tertentu. Oleh karena itu, anak didik akan memiliki karakteristik yang berbeda sebagai akibat dari pengaruh lingkungan dimana ia dibesarkan atau didik.
e) Anak Didik Memilik Ketergantungan Kepada Orang Dewasa
Hal ini ada karena anak mempunyai kekurangan dan kelemahan tertentu yang segoyanya masih butuh perlindungan, bimbingan dll dari orang yang dewasa atau pendidik.
f) Anak Didik Memiliki Potensi Dan Dinamika
Bantuan orang dewasa berupa pendidikan agar anak didik menjadi dewasa akan mungkin dicapai oleh anak didik. Hal ini disebabkan anak didik memiliki potensi untuk menjadi manusia dewasa dan ia memiliki dinamika, yaitu aktif sedang berkembang dan mengembangkan diri, serta aktif dalam menghadapi lingkungannya dalam upaya pencapian kedewasaanya.

C. Potensi Peserta Didik
Dalam pandangan modern peserta didik dipandang sebagai subjek didik karena diakui eksistensinya sebagai pribadi yang otonom. Dalam hal ini ciri peserta didik diakui memiliki:
1.      Potensi fisik daan psikis yang khas sehingga merupakan individu yang unik
2.      Potensi sebagai individu yang berkembang
3.      Kebutuhan untuk dididik secara individual dan perlakuan yang manusiawi
4.      Kemampuan untuk mandiri dan otonom

Semua potensi yang sudah disebutkan diatas sebenarnya menunjukkan bahwa peserta didik memiliki sifat alami, yakni dapat dididik dan makhluk yang membutuhkan pendidikan. Penegasan sifat alami manusia di atas dipertegas oleh ungkapan Immanuel Kant yaitu man can become nan through education only.
Dalam sorotan lain tentang hakekat peserta didik, dikemukakan bahwa peserta didik hakekatnya mempunyai empat sifat dasar yang dengan sifat tersebut akhirnya anak manusia dapat dan perlu dididik. Empat cirri alami yang diberikan pendidikan yaitu:
1.      Adanya sifat alami untuk tergantung dengan lingkungan social dan manusia lainnya. Sifat ini mendorong anak manusia untuk memperoleh bantuan pendidikan dari pihak manusia lainnya dalam kerangka survival. Ketergantungan seperti ini menjadi sangat alami karena pada kenyataannya manusia tidak bias hidup tanpa orang lain. Di sinilah jejak manusia sebagai zoon politicon harus ditindaklanjuti dengan bantuan pendidikan. Siapapun tidak akan pernah terlihat eksistensinya bila tidak berada dalam lingkungan masyarakatnya. Individu akan berarti bila ada individu lainnya secara simbiosis, ketergantungan ini semakin waktu semakin kuat. Sifat dasar ketergantungan inilah yang merupakan embrio potensi yang kelak menumbuhkan kapasitas individu untuk mereaksi ketika muncul stimuli edukatif.
2.      Peserta didik pada dasarnya memiliki dorongan hidup dan mempertahankan eksistensinya. Sifat ini menjadi pedoman peserta didik untuk menyeimbangkan diri terhaap tuntutan eksternal agar mampu merespon stimuli yang dating padanya. Hasrat keingintahuan serta dorongan memenuhi ketidakmampuan menjadi pendorong peserta didik untuk mencari pendidikan secara terus menerus. Dorongan agar keberadaan diri dan pribadi tetap terjaga mendorong peserta didik untuk terus belajar dan belajar.
3.      Peserta didik sesungguhnya terdiri dari jasmani dan rohani. Sifat ini menuntut diri untuk menyeimbangkan melalui pendidikan yang dilakukan sehingga pendidikan menjadi kebutuhan vital. Unsure totalitas ini memang harus menjadi perhatian pendidikan karena keduanya membutuhkan pemenuhan yang berbeda.
4.      Individu mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta berubah secara fisik dan psikis. Dalam praktek pendidikan, kemampuan ini tidak selamanya memperoleh porsi pengembangan yang optimal, ada kalanya terhambat dan ada kalanya terpacu dengan pesat. Oleh karena itu, interaksi edukatif harus disediakan sebab interaksi sesungguhnya merupakan unsure utama dalam belajar yang mengarahkan pada pertumbuhan. Ada sementara pihak (John Dewey) mengatakan bahwa hakekatnya pendidikan harus mengakibatkan pertumbuhan. (Since growth in the characteristic of life, education is all one with growing it has no end beyond itself).



















BAB IV
HAKEKAT PENDIDIKAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah dilakukan seusia manusia sebagi pelaku pendidikan. Namun falam praktik pendidikan secara keseluruhan akan ditemukan keragaman sebanyak ragam komunitas manusia. Ini menjadi salah satu sebab mengapa pendidikan hanya ditemukan unsure universalnya saja. Keragaman pendidikan yang terjadi ini dikarenakan adanya perbedaan cara dalam meberikan maka terhadap pendidikan itu sendiri sebagai gejala social.
Dalam masyarakat liberal misalnya, pendidikan dipandang sebagai kegiatan investasi sehingga penyelenggaraan pendidikan umumnya sangat mahal. Sedangkan dalam masyarakat yang lain, masyarakat social atau demokrasi misalnya, pendidikan dipandang sebagai proses civilisasi yaitu proses untuk menjadikan anak didik sebagai warga masyarakat yang baik. Namun hal ini sebenarnya tidaklah dominan sebab tidak jarang masyarakat mengkombinasikan antara kepentingan pendidikan sebagai investasi sekaligus sebagai proses civilisasi dan humanisasi. Di Indonesia,  pendidikan merupakan proses yang multitujuan, yaitu civilisasi (pendidikan warga Negara agar menjadi warga Negara yang baik), investasi, pembentukan watak, pemberian modal kerja dan alat politik.
Salah satu penyebab mengapa corak prndidikan di masing-masing Negara berbeda ialah karena konsep dan pandangan tentang pendidikan itu sendiri berlainan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Dalam era desentralisasi pendidikan di Indonesia, unsure perbedaan karena kepentingan local (local content) dijadikan nilai keunggulan dari setiap penyelenggaran pendidikan di daerah.
Di dalam masyarakat tertentu, ada penyelenggaraan pendidikan yang lebih menekankan unsure kekuatan fisik seperti di Athena. Namun di Indonesia lebih menekankan penguasaan landasan terbentuknya masyarakat meritokratik, artinya memberikan waktu jam pelajaran yang luas dalam penguasaan mata pelajaran matematika, biologi, kimia, fisika dan bahasa inggris. Sesungguhnya hal tersebut tidak menjadi masalah karena masing-masing Negara memiliki pemahaman tersendiri tentang pendidikan. Maka dari itu di Indonesia dapat dijumpai berbagai penekanan penguasaan pelajaran di sekolah. Ada yang memprioritaskan ilmu humaniora karena pendidikan dipandang sebagai proses humanisasi (memanusiakan anak didik), ada pula yang mementingkan penguasaan ilmu dan teknologi, dan ada pula pendidikan yang dijadikan alat rekayasa pengembangan bangsa, ada pula yang mengutamakan aspek politis karena pendidikan dianggap sebagai sarana mendidik bangsa untuk menjadi warga Negara yang baik.
Pendidikan tidak boleh stagnan namun harus selalu mengikuti irama kemajuan sehingga produknya tidak kadaluwarsa. Misi pendidikan harus diperbaharui dan dikonstruksi terus menerus agar relevansi tercapai.
Pemahaman tentang pendidikan sangat penting sebab selama ini pendidikan sering dibingungkan dengan pembelajaran atau persekolahan. Pendidikan sendiri ternyata memiliki indicator yang khusus sehingga tidak sembarang kegiatan dapat dikategorikan sebagai kegitan pendidikan.
Pada mulanya pendidikan selalu berawal dari bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat primitive (masyarakat yang pendidikannya diberikan oleh orang tuanya) dalam wujud tradisional dan nonformal. Sangat sulit membedakan antara pendidikan dan kehidupan karena keduanya saling menyatu (simbiosa). Sehubungan dengan hal ini Kartini Kartono (1992:1) memandang bahwa masyarakat merupakan sekolah besar artinya dalam masyarakat terdapat banyak pendidikan. Kompleksitas antara material pengetahuan yang ditransferkan dengan empirika kehidupan berbaur menjadi satu sehingga pemilahan mana kurikulum, sejauh mana progress pembelajaran menjadi sangat kabur.

B.     Hakekat Pendidikan
Hakikat pendidikan itu dapat dikategorisasikan dalam dua pendapat yaitu pendekatan epistemologis dan pendekatan ontologi atau metafisik. Kedua pendekatan tersebut tentunya dapat melahirkan jawaban yang berbeda-beda mengenai apakah hakikat pendidikan itu.
Di dalam pendidikan epistemologis yang menjadi masalah adalah akar atau kerangka ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut mencari makna pendidikan sebagai ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan. Dari sudut pandang pendidikan dilihat sebagai sesuatu proses yang interen dalam konsep manusia. Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan.
Berbagai pendapat mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar yaitu : 1) Pendekatan reduksionisme, 2) Pendekatan holistik integratif
1.      Pendekatan Reduksionalisme
Teori-teori / pendekatan reduksional sangat banyak dikemukakan di dalam khazanah ilmu pendidikan. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai pendekatan reduksionaisme sebagai berikut :
a.      Pendekatan pedagogis / pedagogisme
Titik tolak dari teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi manusia dewasa. Pandangan ini apakah berupa pandangan nativisme schopenhouer serta menganut penganutnya yang beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan dan tinggal di kembangkan saja.
b.       Pendekatan Filosofis.
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan hakikat orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
c.       Pendekatan Religius
Pendekatan religius / religionisme dianut oleh pemikir-pemikir yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang religius. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral.
d.      Pendekatan Psikologis.
Pandangan-pandangan pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi ke dalam bidang ilmu pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu mengajar saja.
e.      Pendekatan Negativis.
Pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian pandangan negativisme ini melihat bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan pertumbuhan tersebut.
f.        Pendekatan Sosiologis
Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pedagogisme. Titik-tolak dari pandangan ini ialah prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan individu.
Peserta didik adalah anggota masyarakat. Dalam sejarah perkembangan manusia kita lihat bahwa tuntutan masyarakat tidak selalu etis. Versi yang lain dari pandangan ini ialah develop mentalisme. Proses pendidikan diarahkan kepada pencapaian target-target tersebut dan tidak jarang nilai-nilai kemanusiaan disubordinasikan untuk mencapai target pembangunan. Pengalaman pembangunan Indonesia selama Orde Baru telah mengarah kepada paham developmentalisme yang menekan kepada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, target pemberantasan buta huruf, target pelaksanaan wajib belajar 9 dan 12 tahun.
Salah satu pandangan sosiologisme yang sangat populer adalah konsiensialisme yang dikumandangkan oleh ahli pikir pendidikan Ferkenal Paulo Freire.  Pendidikan yang dikumandangkan oleh Freire ini yang juga dikenal sebagai pendidikan pembebasan pendidikan adalah proses pembebasan. Konsiensialisme yang dikumandangkan Freire merupakan suatu pandangan pendidikan yang sangat mempunyai kadar politis karena dihubungkan dengan situasi kehidupan politik terutama di negara-negara Amerika Latin. Paulo Freire di dalam pendidikan pembebasan melihat fungsi atau hakikat pendidikan sebagai pembebasan manusia dari berbagai penindasan. Sekolah adalah lembaga sosial yang pada umumnya mempresentasi kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada agar menjaga status quo hukum membebaskan manusia dari tirani kekuasaan. Qua atau di dalam istilah Polo Freire. “kapitalisme yang licik”. Sekolah harus berfungsi membangkitkan kesadaran bahwa manusia adalah bebas.
2.      Pendekatan Holistik
Pendekatan-pendekatan reduksionisme melihat proses pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk lembaga-lembaga pendidikan, menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pendidikan. Teori-teori tersebut satu persatu sifatnya mungkin mendalam secara Vertikal namun tidak melebar secara horizontal.
Peserta didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai visi terhadap kehidupan di masa depan, termasuk kehidupan pasca kehidupan.
Pendekatan reduksionisme terhadap hakikat pendidikan, maka dirumuskan suatu pengertian operasional mengenai hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan tersebut di atas mempunyai komponen-komponen sebagai berikut :
1.      Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.
Proses berkesinambungan yang terus menerus dalam arti adanya interaksi dalam lingkungannya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan manusia, lingkungan sosial, lingkungan budayanya dan ekologinya. Proses pendidikan adalah proses penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan jaminan hidup yang berkesinambungan. Proses pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan selesai.
2.      Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia.
Eksistensi atau keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Eksistensi manusia selalu berarti dengan hubungan sesama manusia baik yang dekat maupun dalam ruang lingkup yang semakin luas dengan sesama manusia di dalam planet bumi ini. Proses pendidikan bukan hanya mempunyai dimensi lokal tetapi juga berdimensi nasional dan global.
3.      Ekistensi manusia yang bermasyarakat.
Proses pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Jauh Dewey mengatakan bahwa tujuan pendidikan tidak berada di luar proses pendidikan itu tetapi di dalam pendidikan sendiri karena sekolah adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Apabila pendidikan di letakkan di dalam tempatnya yang sebenarnya ialah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang pada dasarnya adalah kehidupan bermoral.
4.      Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.
Inti dari kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu dihayati, dilestarikan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakatnya. Penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai yang hidup, keteraturan dan disiplin para anggotanya. Tanpa keteraturan dan disiplin maka suatu kesatuan hidup akan bubar dengan sendirinya dan berarti pula matinya suatu kebudayaan.
5.      Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.
Dengan dimensi waktu, proses tersebut mempunyai aspek-aspek historisitas, kekinian dan visi masa depan. Aspek historisitas berarti bahwa suatu masyarakat telah berkembang di dalam proses waktu, yang menyejarah, berarti bahwa kekuatan-kekuatan historis telah menumpuk dan berasimilasi di dalam suatu proses kebudayaan. Proses pendidikan adalah proses pembudayaan. Dan proses pembudayaan adalah proses pendidikan. Menggugurkan pendidikan dari proses pembudayaan merupakan alienasi dari hakikat manusia dan dengan demikian alienasi dari proses humanisasi. Alienasi proses pendidikan dari kebudayaan berarti menjauhkan pendidikan dari perwujudan nilai-nilai moral di dalam kehidupan manusia.

















BAB V
VISI DAN MISI PENDIDIKAN


A.    Visi pendidikan
Pendidikan mempunyai visi yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai perantara sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negera indonesia menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu pro aktif menjawab tantangan zaman. Visi bersifat multidimensi,abstark dan tinggi.
Visi pendidikan dimunculkan sebagai perekat ketika pengembangan pendidikan nasional dikembangkan. Di samping itu visi penting untuk memperkuat komitmen bangsa Indonesia dalam menbangun pendidikan Adapun visi pendidikan nasional adalah sebagai berikut:
Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa dan memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu dan mau menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
 Visi tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi penyelenggaraan pendidikan nasional sehingga diharapkan :
a.       Dapat membangun komitmen dan menggerakkan segenap komponen bangsa untuk menjadikan pendidikan sebagai salah satu pranata sosial yang kuat dan berwibawa serta memberdayakan warga negera Indonesia.
b.      Dapat menciptakan masukan pendidikan bagi kehidupan bangsa dan dapat menjadi sarana untuk menjembatani keadaan sekarang dan masa yang akan datang.
c.       Dapat mendorong banga untuk mampu melakuakan pembudayaan sistem, iklim dan proses pendidikanyang demokratis dan mengutamakan mutu dalam lingkup nasional internasional.
Visi pendidkan nasional Indonesia dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa pendidikan merupakan prinsip pemberdayaan peserta didik sebagai subyek pendidikan serta seluruh pranata yang ada dapat dijadikan sarana pencerahan sekaligus memberdayakan bagi kelangsungan hidup individu dan dapat untuk menjawab tantangan pembangunan.
B.     Misi Pendidikan nasional
Misi merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi pendidikan dalam dimensi lebih operasional fungsional. Atas dasar visi di atas maka misi pendidikan nasional adalah:
1.      Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalma rangka memwujudkan masyarakat belajar.
3.      Meningkatan kesiapan input dan kualitas proses pendidikan untuk menuju pembentukan kepribadian yang bermoral agamapenguasaan ilmu pembentukan ketrampilan hidup.
4.      Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai lembaga pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan dikembangkan berdasarkan standar nasional dan global.
5.      Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Nasional.
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, maka fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik yang menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Strategi pendidikan nasional adalah:
- Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia.
- Pengembangan dan pelaksanaan kurkulum berbasis kompetensi.
- Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
- Evaluasi, akreditasi dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan.
- Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan.
- Penyediaan sarana belajar yang mendidik.
- Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan.
- Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata.
- Pelaksanaan wajib belajar.
- Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan.
- Pemberdayaan peran masyarakat.
- Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat.
- Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap perubahan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3.
C.     Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan Nasional dirumuskan dengan dasar misi dan visi pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan manusia Indonesia sesuai dengan falsafah Pancasila, menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq muloai,menguasai pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki ketrampilan hidup yang berharkat dan bermartaba, memiliki jiwa yang mantab dan mandiri serta memiliki tanggung jawab kemasyarakataan dan rasa kebangsaan agar mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas.
Tujuan pendidikan nasional tersebut diupayakan dicapai melalui usaha semua pihak secara sinergis baik yang berkepentingan atau mereka yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan nasional. Selanjutnya berdasarkan tujuan yang telah dicanangkan maka segera diusul langkah strategi pembangunan pendidikan dalam langkah konkrit dan komprehensif.
D.    Dasar Pendidikan
Oleh karena sistem pendidikan di INS banyak dipengaruhi oleh ruang Ruang Pendidikan di Desa (Landerziehungsheime) dan oleh sekolah-sekolah kerja menurut Kerschensteiner, Gaunding Scheibner, dan Ovide Decroly, serta Werkplaats Kindergemeenschap (Tempat Bekerja Kesatuan Kanak-Kanak) oleh Kees Boeke, tentu saja pengaruh mereka terhadap dasar pendidikan INS juga sangat besar. Dasar pendidikannya adalah mendidik siswa sebagai berikut:
(1)   Percaya dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
(2)   Menentang intelektualisme, aktif, giat, dan punya daya cipta dan dinamis.
(3)   Memperhatikat bakat dan lingkungan sisiwa (community centered), yaitu tiap sekolah hekdaklah berorientasi pada lingkungan tempat sekolah itu.
(4)   Berfikir secara rasional, bukan secara mistik.
E.     Tujuan Pendidikan
1.      Sekolah rekontruksionisme berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2.      Tugas sekolah adalah rekronstruksi yaitu melahirkan pimpinan dan agen perubahan sosial dan warga masyarakat yang berkesadaran atas perubahan.
3.      Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah membangkitkan kesadaraan pada sisiwa tentang masalah sosial, ekonomi, dan politik serta mengajarkan kepada mereka ketrampilan dan kemampuan untuk mengatasi problem tersebut.
F.      Asas-Asas Pemdidikan
Pendidikan nasional dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas:
1.      Asas semesta, menyeluruh dan terpadu
2.      Asas pendidikan seumur hidup
3.      Asas tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah
4.       Asas pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat
5.      Asas keselarasan dan keterpaduan dengan Ketahanan Nasional dan Wawasan Nusantara
6.      Asas Bhineka Tunggal Ika
7.      Asas keselarasan, keserasian dan keseimbangan
8.      Asas manfaat, adil, dan merata
9.      Asas ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani
10.  Asas mobilitas, efisiensi, dan efektivitas
11.   Asas kepastian hukum



BAB VI
UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN

A.    Peserta Didik

Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana yang dikutip oleh Murip Yahya (2008 : 113), dijelaskan bahwa yang dimaksud peserta didik adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud peserta didik adalah individu manusia yang secara sadar berkeinginan untuk mengembangkan potensi dirinya (jasmani dan ruhani) melalui proses kegiatan belajar mengajar yang tersedia pada jenjang atau tingkat dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik dalam kegiatan pendidikan merupakan obyek utama (central object), yang kepadanya lah segala yang berhubungan dengan aktivitas pendidikan dirujukkan.
Dalam pandangan konvensional, peserta didik diperlakukan sebagai objek didik karena hakekat peserta didik dipandang sebagai wadah yang harus diisi dengan pengetahuan dan keterampilan. Peserta didik dipandang tidak mempunyai potensi apapun dan diperlakukan pasif. Tetapi hal ini berbeda dengan pandangan modern bahwa hakekat peserta didik dipandang sebagai subjek didik. Peserta didik dinilai telah mempunyai potensi sejak awal sehingga pengajaran difungsikan hanya sebatas mendorong dan menstimuli berkembangnya potensi yang telah dimiliki. Dalam hal ini peserta didik aktif mengembangkan potensinya sendiri. Dalam pandangan pengajaran yang mengikuti pendekatan bipolar, bahwa dalam proses pengajaran hanya ada dua pihak yang dominan yaitu guru/pengajar dan peserta didik, maka posisi peserta didik memiliki dua kemungkinan yaitu sebagai objek didik dan sebagai subjek didik.
Walaupun dalam belahan bumi lain telah terselenggara pendidikan atau pengajaran yang lebih menempatkan peserta didik sebagai subjek didik seperti di Amerika ataupun kanada, namun di belahan bumi yang lain tetap saja berjalan penyelenggaraan pendidikan yang masih menempatkan peserta didik sebagai objek didik. Di Indonesia penyelenggaraan pendidikan masih sangat kental dengan penempatan peserta didik sebagai objek didik. Konsekuensi dari semua model perlakuan terhadap peserta didik baik yang memandang sebagai objek didik maupun subjek didik sangat terkait dengan pandangan tentang hakekat peserta didik sebagai garapan pendidikan. Oleh karena itu, pendasaran pengetahuan hakekat peserta didik menjadi sangat penting agar dapat diperoleh pemaknaan akan hakekat peserta didik dalam proporsinya. Berikut ini akan diuraikan berbagai pandangan tentang manusia sebagai subjek didik maupun objek didik.
3.                  Dimensi Antropologi
Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang asal-usul, perkembangan, karakter spesies manusia. Dalam hal ini manusia dipandang sebagai homo sapiens yaitu sebagai makhluk hidup yang telah mencapai evolusi paling puncak. Dalam klasifikasi ini, Mudyahardjo (2000:22-26) menjelaskan peserta didik mempunyai cirri khas sebagaimana cirri manusia pada umumnya, yaitu:
e.       Berjalan tegak (bipedal locomotion)
f.       Mempunyai otak besar dan kompleks
g.      Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan
h.      Periode kehamilan yang panjang dan lahir tidak berdaya
Dalam karakter yang demikian maka manusia mampu berbudaya, mempunyai tingkah laku cultural yang terorganisir dalam pola-pola tingkah laku serta hidup bermasyarakat dengan tradisi budaya material. Hakekat peserta didik dalam pandangan dimensi ini adalah bahwa peserta didik sebagai makhluk yang bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan. Kebudayaan yang dihasilkan melalui interaksi dalam masyarakat baik berupa budaya materiil maupun budaya immaterial dapat dijadikan transmisi pendidikan, bahkan dapat dijadikan pembentuk watak kemasyarakatan peserta didik.
Hakekat peserta didik merupakan organisme yang harus ditolong, karena peserta didik hanya akan menjadi matang apabila diberikan pertolongan dalam bentuk pendidikan, latihan maupun bimbingan dengan menggunakan bahan-bahan antropologis. Mengapa harus dengan menggunakan bahan-bahan antropologis? Sebab ilmu antropologi mampu untuk menyediakan dan menghimpun bahan-bahan pengetahuan empiris berdasarkan lingkungan sosial budayanya masing-masing.
Imran manan (1989:12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi antyropologis terdapat tiga prinsip tentang peserta didik, yaitu:
4)      Peserta didik dan mausia adalah makhluk sosial yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi, sehingga peserta didik merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk mengisi dan melengkapi ketidaklengkapannya. Sebagai makhluk sosial, peserta didik dapat bersikap kooperatif sehingga dapat dituntun dan dididik.
5)      Peserta didik dipandang sebagai individualitas yakni menampilkan sifat-sifat karakteristik yang khas dan memiliki struktur kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya. Peserta didik tidak dapat dipaksa sama dalam proses pendewasaannya, kecenderungan minat dan bakat yang spesifik dari masing-masing peserta didik biarlah menjadi individual deferences yang otonom. Dengan karakteristik individualnya peserta didik akan mengembangkan perbedaan dengan nilai dan watak yang khas. Dalam pendidikan watak dan nilai tersebut harus dihargai sebagai keunikan dan dihargai tanpa syarat (unconditional regard).
6)      Peserta didik harus dipandang mempunyai moralitas (nilai baik dan buruk).
Prinsip ini mengakui bahwa sesungguhnya peserta didik adalah makhluk yang bermoral sehingga identitas moral sesungguhnya telah dimiliki sejak awal. Kemampuan mengambil keputusan susila dan membedakan mana yang baik dan buruk adalah kodrati. Atas dasar tersebut maka manusia atau peserta didik disebut sebagai person pribadi etis karena secara alami mempunyai kemampuan selektif atas normal etis. Dalam prinsip ini hadirnya pendidikan adalah berfungsi memperjelas nilai alami. Langevald menegaskan, sehubungan dengan nilai etis dalam praktik pendidikn, bahwa pendidikan sesungguhnya adalah membantu anak agar dia sampai pada penentuan nilai-nilai susila dalam satu orde moril.
4.                  Dimensi Psikologi
Dalam dunia pendidikan, banyak teori pengajaran dan teori belajar yang diambil dari teori psikologi. Kuatnya pengaruh tersebut akhirnya memunculkan ilmu baru yang disebut dengan psikologi pendidikan. Psikologi sebagai ilmu menitikberatkan pada pengkajian terhadap kegiatan-kegiatan individu dalam keseluruhan ruang lingkup hidup manusia. Dalam perspektif psikologi ini, peserta didik dipandang sebagai individu yang mampu belajar sebab memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Unik (berbeda satu dengan yang lainnya)
b.      Sebagai sebuah organism total
c.       Mempunyai kesiapan bertindak
d.      Mempunyai tugas-tugas perkembangan
e.       Mempunyai berbagai kebutuhan
f.       Mempunyai kecenderungan-kecenderungan umum dalam bertindak
g.      Mempunyai tujuan khusus
h.      Mepunyai motivator untuk dirinya sendiri

Berdasarkan karakteristik di atas, maka subjek didik adalah individu yang telah dilengkapi dengan kemampuan belajar sehingga pendidikan tinggal mengembangkannya. Oleh karena itu, tidak ada ceritanya bahwa peserta didik harus selalu didikte atau dituntun, yang diperlukan adalah dorongan motivasi dan fasilitator. Dari segi ini peserta didik ditempatkan sebagai subjek didik (pelaku pendidikan)bukan sebagai objek didik (penderita). Dalam pandangan modern peserta didik dipandang sebagai subjek didik karena diakui eksistensinya sebagai pribadi yang otonom. Dalam hal ini ciri peserta didik diakui memiliki:
e.       Potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan individu yang unik
f.       Potensi sebagai individu yang berkembang
g.      Kebutuhan untuk dididik secara individual dan perlakuan yang manusiawi
h.      Kemampuan untuk mandiri dan otonom

Semua potensi yang sudah disebutkan diatas sebenarnya menunjukkan bahwa peserta didik memiliki sifat alami, yakni dapat dididik dan makhluk yang membutuhkan pendidikan. Penegasan sifat alami manusia di atas dipertegas oleh ungkapan Immanuel Kant yaitu man can become nan through education only.
Dalam sorotan lain tentang hakekat peserta didik, dikemukakan bahwa peserta didik hakekatnya mempunyai empat sifat dasar yang dengan sifat tersebut akhirnya anak manusia dapat dan perlu dididik. Empat cirri alami yang diberikan pendidikan yaitu:
5.      Adanya sifat alami untuk tergantung dengan lingkungan social dan manusia lainnya. Sifat ini mendorong anak manusia untuk memperoleh bantuan pendidikan dari pihak manusia lainnya dalam kerangka survival. Ketergantungan seperti ini menjadi sangat alami karena pada kenyataannya manusia tidak bias hidup tanpa orang lain. Di sinilah jejak manusia sebagai zoon politicon harus ditindaklanjuti dengan bantuan pendidikan. Siapapun tidak akan pernah terlihat eksistensinya bila tidak berada dalam lingkungan masyarakatnya. Individu akan berarti bila ada individu lainnya secara simbiosis, ketergantungan ini semakin waktu semakin kuat. Sifat dasar ketergantungan inilah yang merupakan embrio potensi yang kelak menumbuhkan kapasitas individu untuk mereaksi ketika muncul stimuli edukatif.
6.      Peserta didik pada dasarnya memiliki dorongan hidup dan mempertahankan eksistensinya. Sifat ini menjadi pedoman peserta didik untuk menyeimbangkan diri terhaap tuntutan eksternal agar mampu merespon stimuli yang dating padanya. Hasrat keingintahuan serta dorongan memenuhi ketidakmampuan menjadi pendorong peserta didik untuk mencari pendidikan secara terus menerus. Dorongan agar keberadaan diri dan pribadi tetap terjaga mendorong peserta didik untuk terus belajar dan belajar.
7.      Peserta didik sesungguhnya terdiri dari jasmani dan rohani. Sifat ini menuntut diri untuk menyeimbangkan melalui pendidikan yang dilakukan sehingga pendidikan menjadi kebutuhan vital. Unsure totalitas ini memang harus menjadi perhatian pendidikan karena keduanya membutuhkan pemenuhan yang berbeda.
8.      Individu mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta berubah secara fisik dan psikis. Dalam praktek pendidikan, kemampuan ini tidak selamanya memperoleh porsi pengembangan yang optimal, ada kalanya terhambat dan ada kalanya terpacu dengan pesat. Oleh karena itu, interaksi edukatif harus disediakan sebab interaksi sesungguhnya merupakan unsure utama dalam belajar yang mengarahkan pada pertumbuhan. Ada sementara pihak (John Dewey) mengatakan bahwa hakekatnya pendidikan harus mengakibatkan pertumbuhan. (Since growth in the characteristic of life, education is all one with growing it has no end beyond itself).
B.     Pendidik
1.      Pengertian Pendidik
Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat membantu perkembangan kepribadian seseorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan. Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan atau melatihpeserta didik (UU RI No. 2 Th. 1989 Sisdiknas).
   Orang tua menjadi pendidik terhadap anak-anaknya, fungsinya ialah melindungi, mengasuh dan mengasihi. Pemimpin masyarakat sebagai pendidik, mereka member pengaruh yang baik, sehingga mereka akan memperoleh pengikut yang menerima pengaruh tersebut. Guru menjadi pendidik dengan fungsi utama mengajar dan mencerdaskan peserta didik. Ia ikut bertanggung jawab atas nilai-nilai etis dari ilmu-ilmu yang diajarkannya, nilai-nilai budi pekerti dan kepribadian yang manusiawi.
2.      Kepribadian Guru
Tugas utama seorang guru bukan hanya mengajar, tapi lebih dari itu yaitu mengajar dan mendidik. Seorang guru harus terlebih dahulu memiliki kepribadian yang utuh, harmonis dan dinamis. Sebab dengan kepribadian inilah yang akan menentukan apakah ia sebagai seorang yang menjalankan tugas dan tanggung jawab mendidik dan membina, atau bahkan sebaliknya sebagai perusak, penghancur kepribadian anak didik.
Semua tingkah laku guru sebagai cerminan kepribadian termasuk cara mengajar. Interaksi sosialnya sangat menentukan keberhasilan proses mengajar. Oleh karena itu, seorang guru harus mempunyai syarat-syarat sebagai seorang pendidik. Disamping itu seorang guru akan menjadi pusat perhatian bagi anak didiknya atau masyarakat di sekitarnya. Kepribadian guru akan selalu menjadi sorotan, pusat perhatian, dicontoh atau dicela oleh anak didiknya atau masyarakat sekitar.
Agar seorang guru memiliki kepribadian yang disegani oleh orang lain dalam arti berwibawa, maka paling tidak ia harus memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a.       Taqwa Kepada Allah
Seorang guru harus taat kepada perintah Allah, pendukung norma-norma yang dianutnya, mendukung tata tertib yang berlaku. Tidak melanggar larangan Allah, dan tidak pula melanggar norma adat istiadat serta tata tertib serta aturan yang berlaku dan disepakati bersama. (Q.S. Yunus:62-64, Ali Imron:76, Al Anfal:29)
b.      Memiliki Sifat-Sifat Kepemimpinan yang Baik
Sebenarnya seorang guru memiliki kewenangan untuk memerintah, menyuruh, menugaskan, dan mengarahkan dalam proses pembelajaran. Karena hak dan kewenangannya itulah maka seorang guru harus mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang baik.
c.       Memiliki Kemampuan dan Ketrampilan Teknik
Seorang guru dalam melaksanakan tugas mendidik baru dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan bila terkandung 3 aspek:

1.      Ada motivasi
2.      Dilaksanakan karena kesengajaan dan direncanakan
3.      Adanya tujuan yang luhur (Tata Asmara, 1995)
C.     Interaktif Edukatif
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-komponen pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi pendidik dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa tindakan berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode pendidikan.
Pendidikan berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam peristiwa pengajaran dimana seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara beberapa murid membuat suatu yang menyebabkan terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut memberikan peringatan, maka belau ini telah melaksanakan tindakan berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian tindakan berdasarkan kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, sosial dan lain-lain) (Syaifullah, 1982).
Alat pendidikan adalah suatu situasi atau perbuatan dengan situasi atau perbuatan tersebut akan dicapai tujuan pendidikan. Tindakan pendidik untuk menciptakan ketenangan agar tercapai tujuan pendidikan tertentu dalam proses pengajaran, atau melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, umpamanya nasihat, teguran, hukuman dan teguran agar anak mau berbakti pada orang tua.
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu metode diktatoral metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981). Metode diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembagan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia, sehingga pendidikan bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
Metode liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas atau liberal.
Metode demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di dalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa, ing ngarsa asung tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang, kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.
D.    Alat Pendidikan
1.      Pengertian
Pengertian tentang alat pendidikan sering dikacaukan dengan factor pendidikan. Pendidikan berlangsung dalam pergaulan, akan tetapi pergaulan bukanlah alat pendidikan, akan tetapi setiap saat pergaulan merupakan lapangan yang tersedia untuk melaksanakan proses pendidikan hakekatnya mengandung factor dan alat pendidikan.
Menurut Umar Tirtorahardjo (1994:56), alat-alat pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi:
a.       Alat Pendidikan Preventif
Preventif apabila dimaksudkan untuk mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik.
b.      Alat Pendidikan Kuratif
Kuratif jika dimaksudkan untuk memperbaiki karena anak didik telah melakukan pelanggaran sesuatu atau telah berbuat sesuatu yang buruk.
2.      Klasifikasi Alat Pendidikan
Sebelum menentukan pilihan mana alat pendidikan yang akan dipakai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
a.       Tujuan apa yang hendak dicapai
b.      Siapa yang akan menggunakan alat tersebut
c.       Kepada siapa alat tersebut akan dikenakan
d.      Alat mana yang dapat dipergunakan
e.       Jenis kelamin anak didik
f.       Usia anak didik
E.     LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan proses yang berlanjut terus menerus. Sebagai suatu proses, pendidikan akan berlangsung dalam berbagai situasi dan lingkungan, dimana lingkungan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi:
1.      Lingkungan keluarga
2.      Lingkungan sekolah
3.      Lingkungan masyarakat
Setiap lingkungan tersebut member pengaruh pada proses pembentukan individu melalui pendidikan yang diterimanya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kadar besarnya sumbangan dari masing-masing lingkungan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif, tapi yang jelas ada pengaruh yang berarti.
1.      Lingkungan Keluarga
Setiap anak yang dilahirkan ke dunia pasti dalam keadaan lemah, dan ia membutuhkan pertolongan orang lain terutama orang tuanya. Di balik keadaan yang lemah itu, ia memiliki potensi baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Karena keluarga merupakan lingkungan pertama dari anak. Dan di lingkungan inilah pertama-tama anak mendapat pengaruh sadar. Keluarga sebagai lembaga pendidikan tidak mempunyai program resmi seperti halnya lembaga pendidikan formal.
Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam keluarga seorang anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan moral. Dengan demikian pendidikan anak menjadi tanggung jawab orang tua. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Al-Tahrim: 6 yang menyatakan “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

Fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan:
1)      Pengalaman Pertama masa Kanak-Kanak
Hal ini merupakan factor penting bagi perkembangan anak. Pengalaman masa kanak-kanak akan member warna pada perkembangan berikutnya.
2)      Menjamin kehidupan Anak
Pendidikan di lingkungan keluarga akan menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. Kehidupan emosional ini akan sangat penting dalam pembentukan pribadi anak. Hubungan emosional yang kurang atau berlebihan akan banyak merugikan perkembangan anak.
3)      Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Dalam keluarga tertanam dasar-dasar pendidikan moral dimana pendidikan ini tidak diberikan secara teori ataupun dengan ceramah tetapi dengan contoh-contoh konkrit kehidupan sehari-hari.
4)      Membentuk Dasar Pendidikan Sosial
Kehidupan kekeluargaan yang harmonis antar tetangga ataupun dengan anggota keluarga yang lain akan memupuk berkembangnya benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak. Misalnya menolong tetangga yang sedang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban dan kedamaian, dll.
5)      Dasar Pendidikan Agama
Keluarga memang menjadi lembaga yang sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan agama. Misalnya kebiasaan orang tua membawa anaknya ke masjid merupakan langkah yang bijaksana dari keluarga dalam upaya pembentukan anak sebagai makhluk religious.
2.      Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan resmi, dalam menyelenggaranan kegiatan pendidikan secara berencana, sengaja, terarah, sistematis oleh para pendidik professional dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu.
Sekolah melakukan pembinan pendidikan terhadap anak didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan lingkungan keluarga dan masyarakat. Namun tanggung jawab utama pendidikan tetap berada di tangan orang tua yang bersangkutan.
Sekolah hanyalah meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh lingkungan keluarga sebagai lembaga  pendidikan informal.
            Peranan dan Fungsi sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan
Sekolah sebagai lembaga pendidikanbukan mengambil peran dan fungsi orang tua dalam mendidik anaknya dalam lingkungan keluarga, tetapi sekolah bersama-sama orang tua membantu mendidik anak-anaknya.
Keduanya menyerahkan menyerahkan wewenang dan tanggung jawabnya kepada sekolah, kepada guru yang telah mempunyai tugas khusus.
      Dengan demikian, peranan dan fungsi sekolah antara lain:
1.      Membantu keluarga dalam membantu pendidikan anak-anaknya di sekolah
2.      Memberikan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap secara lengkap sesuai yang dibutuhkan oleh anak-anak dan keluarga yang berbeda.
3.      Lingkungan Masyarakat
Masyarakat akan memberikan sumbangan yang berarti dalam proses pembentukan kepribadian anak. Tidak semua pengetahuan, sikap, keterampilan dapat dikembangkan oleh sekolah dan keluarga karena adanya keterbatasan lembaga tersebut.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan masyarakat akan mengisi dan melengkapi dalam membantu dan membina pribadi anak secara utuh dan terpadu. Dalam lingkungan ini akan dapat dikembangkan berbagai aktivitas yang bersifat pendidikan oleh bermacam-macam instansi. Dengan demikian, masyarakat sebagai lembaga pendidikan berfungsi sebagai pelengkap dan tambahan (Muri Yusuf, 1996).
Kegiatan pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap perkembangan kepribadian anak dimaksud sebagai suatu kegiatan pendidikan yang berorientasi melengkapi kemampuan dan keterampilan kogitif maupun performans seseorang, sebagai akibat belum mentapnya apa yang mereka peroleh di lingkungan keluarga dan sekolah. Kegiatan ini meliputi antara lain:
1.      Perkembangan rasa sosial dalam komunikasi dengan orang lain
2.      Pembinaan sikap dan kerja sama dengan anggota masyarakat
3.      Pembinaan keterampilan dan kecakapan khusus yang belum di dapat dari sekolah
Kegiatan pendidikan masyarakat yang bergungsi sebagai pengganti, dimaksudkan lingkungan pendidikan tersebut mengadakan pendidikan yang berfungsi sama dengan lembaga pendidikan formal yaitu sekolah. Hal ini dilaksanakan karena adanya keterbatasan kemampuan lingkungan sekolah sehingga tidak mampu melayani semua lapisan dan semua anggota masyarakat yang ada.
Lingkungan pendidikan masyarakat yang berfungsi sebagai tambahan, dimaksudkan bahwa lingkungan pendidikan tersebut member bantuan terhadap peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam, yang sebelumnya pengetahuan dan keterampilan tersebut diperoleh peserta didik kurang mendalam karena terbatas jumlah jam pelajaran di sekolah.

F.      TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen utama pada system pendidikan. Dengan tujuan pendidikan, diharapkan proses pendidikan dapat mencapai hasil secara efektif dan efisien. Apabila tujuan pendidikan tidak digariskan secara tegas maka pendidikan akan mengalami ketidakpastian dalam prosesnya, yang akibatnya manusia sebagai output pendidikan tidak memiliki patokan atau pedoman hidup luhur yang sesuai dengan hakekatnya sebagai mausia.
1.      Manfaat Tujuan Pendidikan
a.       Dengan adanya tujuan, arah yang akan dicapai oleh serangkaian kegiatan pendidikan menjadi jelas.
b.      Dengan adanya tujuan pendidikan yang jelas, akan didapatkan titik tolak untuk berkomunikasi dengan semua pihak yang berkepentingan.
c.       Dengan tujuan pendidikan yang jelas, merupakan kerangka dan digunakan dalam rencana kegiatan akademik.
2.      Tujuan, Filsafat dan Pendidikan
Pendidikan selalu memiliki watak yang dicerminkan oleh keadaan dan sifat masyarakat. Karena sifat masyarakat berbeda-beda maka dengan sendirinya akan berbeda pula tujuan pendidikan.
Filsafat dan pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena filsafat merupakan segi pemikirannya dan pendidikan merupakan segi aktif dinamisnya. Filsafat mencakup nilai-nilai yang dijunjung tinggi yang dijadikan pedoman dalam setiap kegiatan pendidikan.
G.    Interaksi Edukatif
1.      Pengertian
Interaksi edukatif yaitu hubungan timbal balik antara pendidik dengan anak kea rah pencapaian tujuan pendidikan.
Dari batasan tersebut menunjukkan bahwa bukanlah suatu interaksi yang mendasari suatu interaksi edukatif tetapi tujuan interaksi yang menjadi ciri utamanya.
Dengan demikian apabila ada seorang guru yang memukul tangan anak didiknya belum dapat diberi penilaian baik atau tidak. Masih harus diketahui terlebih dahulu apa tujuan perbuatan tersebut.
2.      Interaksi Edukatif sebagai Suatu Proses
Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normative dan proses teknik.
Dari sudut normative, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu peristiwa yang mempunyai aspek normative. Artinya bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik dan peserta didik berpegang pada ukuran, norma atau nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang baik.
Dari proses teknik, pendidikan terutama dilihat dari peristiwa kejadian. Sebagai sebuah kegiatan peaktis yang berlangsung dalam satu masa dan terkait dalam satu situasi serta terarah pada satu tujuan.
Dalam setiap proses interaksi edukatif paling sedikit harus ada tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi yang kondusif.
H.    Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia.
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah, 1981). Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Langeveld, ada beberapa macam tujuan pendidikan.
a.       Tujuan umum/tujuan sempurna: Tujuan yang berakar dari tujuan hidup yaitu membentuk manusia yang dewasa, susila, mandiri, dan bertanggungjawab.
b.      Tujuan tidak sempurna: Tujuan yang mencakup segi-segi tertentu seperti kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, keindahan, dll.
c.       Tujuan sementara: Tujuan yang merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
d.      Tujuan perantara: Tujuan yang ditentukan untuk mencapai tujuan sementara.
e.       Tujuan insidental: Tujuan yang berkaitan dengan keadaan dalam proses mencapai tujuan umum.
f.        Tujuan khusus: Pengkhususan dari tujuan umum.


Urutan hirarkhis tujuan pendidikan terdapat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari 1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945), 2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional), 3) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah), 4) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan 5) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Denga demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
I.       Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan. Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama. pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan pendidikan jasmani.












                                                                                                                                   



BAB VII

SISTEM PENDIDIKAN

A.    Pengertian Sistem
Sistem memiliki makna yang sangat luas dan dapat digunakan sebagai sebutan yang melekat pada sesuatu.sebagai contohnya, kita dapat menyebut sebuah sepeda motor itu sebagai suatu system, yang kemudian kita sebut dengan system sepeda motor. Contoh yang lain yaitu system organisasi. Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai sebuah system, yang kemudian orang menyebutnya dengan system pendidikan. Jadi pada intinya, setiap jenis organisasi, apapun bentuknya dapat disebut dengan system.
Tentang definisi system banyak rumusan yang dikemukakan oleh tokoh dengan sudut pandang masing-masing.
Bela H. Banathy menyebutkan bahwa “an assemblage of obyects united by sam forms of regular interaction and interpendence” dalam bukunya Instructional System. Menurutnya system berarti: satuan/kaitan objek-objek yang disatukan oleh suatu bentuk interaksi atau saling ketergantungan.
Menurut Suhardjo (1985), sistem adalah kesatuan fungsional dari pada unsur-unsur (aspek-aspek) yang ada untuk mencapai tujuan. Pengertian ini lebih menunjukkan kejelasan, diantaranya: sistem terdiri dari unsure-unsur, fungsi dari masing-masing unsur, ada kesatuan fungsi dari setiap unsur, dan ada tujuan yang ingin dicapai.
Dari  beberapa pengertian sistem tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa sistem merupakan kesatuan komponen yang saling berkaitan satu sama lain dan menjalankan tugasnya masing-masing untuk mencapai tujuan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa setiap organisasi yang ada dalam kehidupan ini dapat disebut dengan sistem. Tetapi setiap sistem memiliki batasan yang berbeda. Sebagai contohnya manusia sebagai sistem tentunya berbeda dengan binatang sebagai sistem ataupun tumbuhan sebagai sistem. Begitu pula pendidikan sebagai sistem, berbeda dengan ekonomi sebagai sistem ataupun politik sebagai sistem. Namun demikian, perlu diketahui dibalik perbedaan dari setiap sistem tersebut, sistem juga memiliki persamaan seperti yang dikemukakan oleh Mudhoffir (1986) sebagai berikut:

1)      Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang akan dicapai oleh sebuah sistem. Misalnya: manusia sebagai sistem, tujuannya untuk bahagia dunia dan akherat. Sepeda motor sebagai system, tujuannya untuk mempermudah transportasi. Pendidikan sebagai sistem tujuannya untuk memberikan layanan bagi yang memerlukan. Pengajaran sebagai sistem tujuannya untuk dapat menampilkan perilaku tertentu, dll.
2)      Fungsi
Fungsi merupakan suatu aktifitas/fungsi sistem untuk dapat mencapai tujuan sistem itu sendiri. Contohnya: manusia sebagai sistem agar dapat mencapai tujuannya maka diperlukan adanya fungsi-fungsi, diantaranya fungsi pernafasan, fungsi pencernaan, fungsi penglihatan, fungsi kekebalan tubuh, fungsi keseimbangan, dan masih banyak lagi. Kesemua fungsi itu saling berkaitan dan saling mendukung. Apabila salah satu fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik, maka sistem akan mengalami gangguan, kegagalan bahkan bias tidak bermanfaat sama sekali.
3)      Komponen
Komponen merupakan bagian yang ada dalam suatu sistem yang memainkan fungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan sistem. Misalnya sistem sepeda motor, mempunyai tujuan sebagai alat transportasi untuk mempercepat perjalanan seseorang menuju alamat tertentu. Agar sepeda motor mencapai tujuannya maka harus ada unsur-unsur pendukung misalnya komponen pembakar (busi), komponen penggerak (mesin), komponen pengontrol, pengatur kecepatan (gas), dan lain sebagainya. Masing-masing komponen atau unsur-unsur tersebut harus melakukan fungsinya sendiri-sendiri, namun ia juga harus berinteraksi atau selalu berhubungan dan saling memiliki ketergantungan (interdependensasi) dengan komponen lainnya. Apabila salah satu dari komponen sepeda motor itu tidak ada, atau ada tetapi tidak melakukan fungsinya dengan baik maka system sepeda motor akan mengalami gangguan dalam pencapaian tujuannya atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa setiap sistem yang ingin mencapai tujuannya harus mempunyai unsure-unsur pendukung bagian-bagian dari sistem yang melaksanakan suatu fungsi khusus dalam rangka menunjang pencapaian tujuan sistem.
 Sesungguhnya, setiap komponen system juga merupakan suatu sistem. Karena setiap komponen sistem juga memiliki komponennya sendiri. Misalnya: manusia sebagai sistem mempunyai komponen atau unsur yang terdiri dari pencernaan makanan, pernafasan, pengindraan, dan lain sebagainya. Pengindraan sendiri misalnya mata, memiliki beberapa komponen diantaranya kornea, pupil, kelopak mata, bulu mata, dan sebagainya. Begitu juga pencernaan memiliki komponnen sendiri, begitu juga seterusnya setiap komponen system memiliki komponen sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa komponen sistem juga merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih besar, atau dengan kata lain setiap sistem terdiri dari sub-subsistem. Subsistem-subsistem tersebut juga memiliki tujuan sendiri. Misalnya busi sepeda motor sebagai subsistem dari sepeda motor, dan ia juga sebagai sistem tersendiri yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan proses pengapian, begitu seterusnya.
Walaupun setiap sistem itu terdiri dari komponen sistem, namun menurut fungsinya tidak semua komponen sistem tersebut berhubungan langsung dengan komponen yang lain. Untuk lebih mudahnya dapat disebut dengan komponen sistem integral dan komponen sistem tidak integral.
Komponen sistem integral mempunyai keterkaitan fungsi secara langsung dan atau merupakan bagian tak terpisahkan dari sub-subsistem yang ada, sehingga apabila komponen sistem ini tidak berfungsi maka akan sangat mengganggu pencapaian tujuan sistem.
Komponen sistem tidak integral adalah komponen sistem yang mempunyai arti bagi subsistem lain tetapi bukan merupakan bagian integral dari subsistem lain tersebut, sehingga apabila komponen ini terpaksa tidak ada, maka tidak akan mengganggu pencapaian tujuan sistem. Komponen sistem tidak integral ini bila ada akan memperlancar pencapaian tujuan tapi bila tidak ada tidak akan mengganggu kegiatan. Contohnya: sekolahan sebagai suatu sistem , komponen integralnya adalah guru, murid, papan tulis, perpustakaan, penghapus, kapur tulis, dll. Sedangkan komponen tidak integralnya adalah kantin, kipas angin, lampu neon, dll. 
4)      Interaksi atau Saling Hubungan
Seperti yang telah dibahas di atas bahwa suatu sistem itu terdiri dari  beberapa komponen, dan secara fungsional komponen-komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling berkaitan bahkan dapat dikatakan memiliki suatu ketergantungan antara komponen satu dengan lainnya. Atau dengan kata lain, fungsi dari komponen satu sangat mempengaruhi fungsi dari komponen lainnya. Maka apabila suatu sistem diharapkan untuk dapat mencapai tujuannya dengan baik maka harus ditunjang dengan fungsi yang baik dari tiap-tiap komponen sistem yang ada.  
                                                      
5)      Penggabungan yang Menimbulkan jalinan Keterpaduan
Untuk mencapai tujuan sistem harus merupakan suatu kesatuan yang terpadu. Keterpaduan komponen sistem tersebut akan memperkuat kerja dan fungsi sistem karena masing-masing komponen merupakan jalinan yang saling menunjang.
6)      Proses Transformasi
Proses transformasi merupakan suatu aktivitas untuk mengubah masukan/ bahan mentah menjadi suatu produk atau bahan jadi. Produk atau bahan jadi ini akan tersalurkan menjadi masukan sistem lain, sistem lain ini juga akan dilakukan proses transformasi, demikian pula seterusnya. Karena sebuah sistem terdiri dari sub-subsistem dan subsistem juga merupakan suatu system tersendiri maka subsistem tersebut juga melakukan proses transformasi. Oleh karena itu proses transformasi pada suatu sistem bias terjadi secara bertingkat. Transformasi terjadi pada tingkat sub-subsistem, baru kemudian terjadi transformasi pada sistem yang lebih luas. Dengan kata lain, pada suatu suatu sistem tidak hanya terjadi satu proses transformasi tetapi serangkaian proses transformasi. 
7)      Umpan Balik
Umpan balik merupakan aktivitas pemantauan atau kontrol terhadpa efektivitas dan efisiensi kerja sistem.
8)      Daerah Batasan dan Lingkungan
Suatu sistem akan berinteraksi atau berhadapan dengan sistem lain, atau lingkungan sistem yang berada di luar sistem. Karena lingkungan yang berada di luar sistem itu juga merupakan suatu sistem tersendiri, perlu adanya ketegasan batasan tentang sistem tertentu. Misalnya kegiatan pendidikan sebagai suatu sistem akan mempunyai batasan yang berbeda dengan kegiatan perekonomian sebagai suatu sistem. Karena setiap lingkungan sistem merupakan sistem tersendiri maka secara otomatis akan terdapat macam sistem yang merupakan suatu sistem yang lebih besar. Sistem yang lebih besar ini kemudian disebut dengan istilah “Supra Sistem”.
B.     Sistem Pendidikan
Setiap unit usaha atau organisasi merupakan sebuah system, yang terdiri dari berbagai macam komponen yang saling mendukung dalam rangka mencapai tujuannya. Begitu pula pendidikan, pendidikan merupakan suatu system yang tediri dari berbagai macam komponen pendukung yang akan saling mempengaruhi dan bekerja sama dalam rangka mencapai tujuannya. Secara umum suatu unit pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut:
Down Arrow Callout: INSTRUMENTAL  INPUT 


Flowchart: Connector: OUTPUT 
Right Arrow: PROSES PENDIDIKAN
 















 
Pentagon: RAW
INPUT
R





Down Arrow Callout: ENVIROMENTAL INPUT
 





     
Raw input merupakan bahan mentah yang akan diproses dalam suatu unit usaha atau organisasi. Dalam konteks pendidikan, yang dimaksud raw input adalah calon siswa.
Instrumental input adalah unsure pendukung yang mempengaruhi aktivitas organisasi atau unit usaha dan dapat dirancang atau dipersiapkan oleh unit usaha atau organisasi yang bersangkutan. Dalam konteks pendidikan, yang dimaksud dengan instrumental input adalah unsure sumber daya manusia (guru dan non guru), system administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, sarana dan prasarana.
Environmental input adalah factor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas suatu organisasi atau unit usaha, tetapi tidak dapat dirancang atau dipersiapkan oleh unit usaha atau organisasi yang bersangkutan. Dalam konteks pendidikan, yang dimaksud dengan environmental input adalah pengaruh TV, ekonomi, politik, sosial, budaya,dll.

C.     Komponen Pendidikan
Komponen merupakan bagian yang ada dalam suatu sistem yang melakukan atau memainkan fungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan sistem. Dalam suatu sistem terdapat 2 komponen penyusun yaitu komponen sistem integral dan komponen sistem tidak integral.
Komponen sistem integral adalah komponen sistem yang mempunyai keterkaitan fungsi secara langsung dan atau merupakan bagian tak terpisahkan dari sub-subsistem yang ada, sehingga bila komponen sistem ini tidak berfungsi maka akan sangat menganggu pencapaian tujuan sistem. Dalam Sekolahan contoh komponen sistem integral adalah guru, siswa, perpustakaan, papan tulis, kapur, dan penghapus.
Komponen sistem tidak integral adalah komponen sistem yang mempunyai arti bagi subsistem lain tetapi bukan merupakan bagian integral dari subsistem lain tersebut, sehingga apabila tidak ada, maka tidak akan menganggu pencapaian tujuan sistem. Dalam persekolahan contoh sistem tidak intergal adalah kipas angin, lampu neon, kantin.


















BAB VIII
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A.    Pengertian Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional (UU SISDIKNAS 2003) adalah sistem pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bersumber pada ajaran agama, keanekaragamaan budaya Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan purubahan zaman.
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
B.     UU SIKDIKNAS
Beberapa istilah yang perlu dipahami dalam UU SISDIKNAS 2003 antara lain:
1.      Pendidikan adalah usaha sadar dan terencna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
2.      Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman budaya Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3.      Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait, terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4.      Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
5.      Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
6.      Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dan diangkat untuk menjunjung penyelenggaraan pendidikan.
7.      Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8.      Jenjang pendidikan adalah tahapan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan.
9.      Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal.
10.  Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang berstruktur dan berjenjang, terdiri dari pendidikan dasar, pndidikan menengah dan pendidikan tinggi.
11.  Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
12.  Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungannya.
13.  Pendidikn anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
14.  Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, social, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan prndidikan dari oleh dan untuk masyarakat.
15.  Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
16.  Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan pendidik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar.
17.  Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsure masyarakat dan berfungsi memberikan pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
18.  Konite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, tokoh masyarakat yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang managemen sekolah.
                                                                                  
UU Sisdiknas bertumpu pada keyakinan pemerintah akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia. Bahwa pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.disamping itu penyelenggaraan pendidikan merupakan amanat UUD 1945. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapat pendidikan.  Ayat 2 menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Gerakan reformasi di Indonesia menuntut diterapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan dan menjunjung tinggi HAM. Dalam hubungannya dengan pendidikan, serta memperhatikan perkembangan IPTEK yang pesat maka prinsip tersebut memberikan dampak yang berdasar pada proses dan managemen system pendidikan serta tuntutan pembaharuan pendidikan. Diantaranya adalah pembaharuan kurikulum yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam serta diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara professional misalnya penyusunan standar kompetensi tamatan, penyusunan standar kualifikasi pendidik, penyusunan standar pendanaan pendidikan, pelaksanaan managemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi PT. Pembaharuan system pendidikan juga mencakup penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat serta pembedaan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Disamping itu pembaharuan system pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © The WINDOW of my word Urang-kurai